Spemupat Gresik Bentuk Karakter dan Literasi Siswa Lewat Nobar Film Cyberbullying
Kegiatan
ini menjadi salah satu langkah nyata Spemupat dalam memperkuat pendidikan
karakter dan literasi digital bagi siswanya. Di era media sosial yang serba
cepat, sekolah menyadari pentingnya menanamkan pemahaman sejak dini tentang
bahaya perundungan di dunia maya.
Belajar dari Layar Bioskop
Film Cyberbullying
yang ditayangkan menyoroti realitas yang tak asing bagi generasi remaja saat
ini. Cerita film mengisahkan lika-liku kehidupan remaja yang harus menghadapi
tekanan, hinaan, serta serangan di media sosial. Dampak psikologis yang
ditimbulkan tergambar jelas: kecemasan, rendah diri, bahkan trauma mendalam.
Dengan
menonton film tersebut, para siswa tidak hanya menikmati cerita, tetapi juga belajar
merasakan langsung emosi dan akibat dari tindakan bullying digital. Hal ini
membuat pesan lebih mengena dibandingkan sekadar mendengarkan ceramah di kelas.
Wakil
Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan, Lendra Aditya, S.Pd, menegaskan bahwa
pendidikan karakter perlu metode kreatif.
“Kami
ingin anak-anak belajar dengan cara yang menyenangkan tapi tetap bermakna.
Melalui film, mereka bisa melihat contoh nyata, bukan hanya teori. Harapannya,
siswa jadi lebih bijak menggunakan media sosial,” katanya.
Bukan Hanya Menonton, Tapi Juga Menulis
Untuk
memperkuat proses pembelajaran, sekolah memberikan tugas tambahan. Setiap siswa
diminta membuat ulasan film atau movie review. Tugas ini tidak
sekadar menilai film, tetapi juga mengajak siswa untuk mengasah keterampilan
menulis, berpikir kritis, sekaligus mengekspresikan pendapat pribadi.
“Dengan
menulis, anak-anak belajar menyusun argumen, melatih empati, dan menilai dampak
sosial dari perundungan digital. Ini bagian dari literasi yang kami bangun,”
jelas Lendra.
Langkah
ini sejalan dengan visi sekolah: membentuk siswa yang unggul tidak hanya dalam
akademik, tetapi juga memiliki literasi digital dan karakter yang kuat
untuk menghadapi tantangan zaman.
Suara dari Siswa
Bagi para
siswa, kegiatan ini memberikan pengalaman baru. Rizky, salah satu siswa
kelas 8, mengaku mendapatkan banyak pelajaran dari film tersebut.
“Saya
jadi tahu kalau komentar kecil di media sosial bisa sangat menyakiti orang
lain. Setelah nonton film ini, saya lebih berhati-hati kalau posting atau
menanggapi teman,” ucapnya.
Sementara
itu, Nadya, siswi kelas 9, mengatakan kegiatan ini berbeda dari
pembelajaran biasa.
“Belajarnya
enak, nggak bosan. Filmnya bikin kita mikir. Terus disuruh nulis review juga
bikin tambah paham. Jadi lebih nyantol ke otak,” katanya sambil tersenyum.
Testimoni
siswa ini menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis pengalaman (experiential
learning) lebih mudah diterima remaja dibandingkan metode tradisional.
Cyberbullying, Masalah Serius di Kalangan Pelajar
Fenomena cyberbullying
bukanlah hal baru. Namun, seiring meningkatnya penggunaan smartphone dan media
sosial di kalangan remaja, kasus ini semakin mengkhawatirkan.
Menurut
data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), lebih dari 40%
remaja Indonesia pernah mengalami perundungan digital, baik sebagai korban
maupun pelaku. Jawa Timur termasuk salah satu provinsi dengan tingkat
penggunaan internet pelajar yang tinggi, sehingga risiko cyberbullying pun
lebih besar.
Jenis
cyberbullying yang umum terjadi meliputi:
- ejekan atau hinaan melalui
chat dan komentar,
- penyebaran foto atau video
tanpa izin,
- pembuatan akun palsu untuk
menjatuhkan nama baik,
- hingga pengucilan di grup
media sosial.
Dampaknya
sangat serius: korban bisa kehilangan kepercayaan diri, mengalami gangguan
mental, bahkan dalam kasus ekstrem memicu tindakan bunuh diri.
Peran Literasi Digital
Menghadapi
situasi tersebut, literasi digital menjadi keterampilan yang wajib
dimiliki pelajar. Literasi digital tidak hanya soal mampu mengoperasikan
gadget, melainkan juga memahami etika berkomunikasi, cara memilah informasi,
serta kemampuan melindungi diri di ruang maya.
Kepala
Spemupat, (nama bisa dimasukkan bila ada, jika tidak kita sebut "pihak
sekolah"), menekankan bahwa literasi digital harus berjalan seiring dengan
pendidikan karakter.
“Anak-anak
ini akan tumbuh di era serba digital. Kalau tidak dibekali sejak dini, mereka
bisa mudah terjebak dalam dampak negatif internet,” ujarnya.
Orang Tua dan Sekolah Harus Kolaborasi
Ahli
psikologi pendidikan dari Universitas Negeri Surabaya, Dr. Retno Wulandari,
menilai langkah Spemupat Gresik patut diapresiasi. Menurutnya, sekolah dan
orang tua harus bekerja sama menghadapi tantangan era digital.
“Cyberbullying
bisa terjadi kapan saja, bahkan di luar pengawasan guru. Karena itu, orang tua
harus peka terhadap perubahan perilaku anak di rumah. Sekolah memberikan bekal,
sementara keluarga memberi pendampingan,” jelasnya.
Ia
menambahkan, pembelajaran berbasis film adalah metode efektif karena mampu
menyentuh aspek emosional siswa. “Anak lebih mudah memahami dampak
perundungan jika mereka bisa merasakan langsung melalui cerita,” tambahnya.
Pendidikan Karakter, Investasi Jangka Panjang
Langkah
Spemupat menggelar nobar film ini hanyalah salah satu dari rangkaian program
pendidikan karakter. Selama ini, sekolah Muhammadiyah dikenal konsisten
menanamkan nilai moral, religius, dan sosial pada siswanya.
Pendidikan
karakter diyakini sebagai investasi jangka panjang. Anak yang memiliki karakter
kuat akan mampu menghadapi tantangan hidup, termasuk tekanan sosial di dunia
maya. Lebih dari sekadar nilai akademik, pembentukan kepribadian menjadi bekal
penting menuju masa depan yang lebih baik.
Inspirasi Bagi Sekolah Lain
Kegiatan
seperti yang dilakukan Spemupat Gresik bisa menjadi inspirasi bagi
sekolah-sekolah lain di Jawa Timur. Dengan biaya yang relatif terjangkau,
sekolah dapat mengemas pembelajaran kreatif yang relevan dengan kehidupan
remaja masa kini.
Selain
film, metode lain yang bisa digunakan antara lain diskusi kelompok, simulasi
kasus, hingga penggunaan media sosial secara positif untuk proyek kelas.
Intinya, siswa diajak aktif terlibat dan merasakan langsung dampak dari sebuah
fenomena.
Penutup: Membangun Generasi Tangguh di Era Digital
Cyberbullying
hanyalah satu dari sekian banyak tantangan dunia digital. Namun, melalui
langkah sederhana seperti nonton bareng film edukatif, Spemupat Gresik
telah menunjukkan komitmen dalam membentuk siswa yang cerdas, bijak, dan
berkarakter.
Harapannya,
kegiatan ini tidak berhenti sebagai agenda seremonial, melainkan menjadi budaya
pembelajaran yang berkelanjutan. Sebab, hanya dengan pendidikan karakter yang
kuat, generasi muda Jawa Timur bisa tumbuh menjadi pribadi yang tangguh,
peduli, dan siap menghadapi masa depan.