HEADLINE
Mode Gelap
Artikel teks besar

Spemupat Gresik Bentuk Karakter dan Literasi Siswa Lewat Nobar Film Cyberbullying


Spemupat Gresik Bentuk Karakter dan Literasi Siswa Lewat Nobar Film Cyberbullying
jatimradar.com GRESIK - Suasana berbeda tampak di CGV Icon Mall Gresik pada Kamis pagi (21/8/2025). Ratusan siswa SMP Muhammadiyah 4 Kebomas (Spemupat) berbondong-bondong memasuki bioskop. Bukan untuk sekadar menonton film hiburan, melainkan mengikuti kegiatan nonton bareng (nobar) film bertema Cyberbullying.

Kegiatan ini menjadi salah satu langkah nyata Spemupat dalam memperkuat pendidikan karakter dan literasi digital bagi siswanya. Di era media sosial yang serba cepat, sekolah menyadari pentingnya menanamkan pemahaman sejak dini tentang bahaya perundungan di dunia maya.

Belajar dari Layar Bioskop

Film Cyberbullying yang ditayangkan menyoroti realitas yang tak asing bagi generasi remaja saat ini. Cerita film mengisahkan lika-liku kehidupan remaja yang harus menghadapi tekanan, hinaan, serta serangan di media sosial. Dampak psikologis yang ditimbulkan tergambar jelas: kecemasan, rendah diri, bahkan trauma mendalam.

Dengan menonton film tersebut, para siswa tidak hanya menikmati cerita, tetapi juga belajar merasakan langsung emosi dan akibat dari tindakan bullying digital. Hal ini membuat pesan lebih mengena dibandingkan sekadar mendengarkan ceramah di kelas.

Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan, Lendra Aditya, S.Pd, menegaskan bahwa pendidikan karakter perlu metode kreatif.

“Kami ingin anak-anak belajar dengan cara yang menyenangkan tapi tetap bermakna. Melalui film, mereka bisa melihat contoh nyata, bukan hanya teori. Harapannya, siswa jadi lebih bijak menggunakan media sosial,” katanya.

Bukan Hanya Menonton, Tapi Juga Menulis

Untuk memperkuat proses pembelajaran, sekolah memberikan tugas tambahan. Setiap siswa diminta membuat ulasan film atau movie review. Tugas ini tidak sekadar menilai film, tetapi juga mengajak siswa untuk mengasah keterampilan menulis, berpikir kritis, sekaligus mengekspresikan pendapat pribadi.

“Dengan menulis, anak-anak belajar menyusun argumen, melatih empati, dan menilai dampak sosial dari perundungan digital. Ini bagian dari literasi yang kami bangun,” jelas Lendra.

Langkah ini sejalan dengan visi sekolah: membentuk siswa yang unggul tidak hanya dalam akademik, tetapi juga memiliki literasi digital dan karakter yang kuat untuk menghadapi tantangan zaman.

Suara dari Siswa

Bagi para siswa, kegiatan ini memberikan pengalaman baru. Rizky, salah satu siswa kelas 8, mengaku mendapatkan banyak pelajaran dari film tersebut.

“Saya jadi tahu kalau komentar kecil di media sosial bisa sangat menyakiti orang lain. Setelah nonton film ini, saya lebih berhati-hati kalau posting atau menanggapi teman,” ucapnya.

Sementara itu, Nadya, siswi kelas 9, mengatakan kegiatan ini berbeda dari pembelajaran biasa.

“Belajarnya enak, nggak bosan. Filmnya bikin kita mikir. Terus disuruh nulis review juga bikin tambah paham. Jadi lebih nyantol ke otak,” katanya sambil tersenyum.

Testimoni siswa ini menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis pengalaman (experiential learning) lebih mudah diterima remaja dibandingkan metode tradisional.

Cyberbullying, Masalah Serius di Kalangan Pelajar

Fenomena cyberbullying bukanlah hal baru. Namun, seiring meningkatnya penggunaan smartphone dan media sosial di kalangan remaja, kasus ini semakin mengkhawatirkan.

Menurut data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), lebih dari 40% remaja Indonesia pernah mengalami perundungan digital, baik sebagai korban maupun pelaku. Jawa Timur termasuk salah satu provinsi dengan tingkat penggunaan internet pelajar yang tinggi, sehingga risiko cyberbullying pun lebih besar.

Jenis cyberbullying yang umum terjadi meliputi:

  • ejekan atau hinaan melalui chat dan komentar,
  • penyebaran foto atau video tanpa izin,
  • pembuatan akun palsu untuk menjatuhkan nama baik,
  • hingga pengucilan di grup media sosial.

Dampaknya sangat serius: korban bisa kehilangan kepercayaan diri, mengalami gangguan mental, bahkan dalam kasus ekstrem memicu tindakan bunuh diri.

Peran Literasi Digital

Menghadapi situasi tersebut, literasi digital menjadi keterampilan yang wajib dimiliki pelajar. Literasi digital tidak hanya soal mampu mengoperasikan gadget, melainkan juga memahami etika berkomunikasi, cara memilah informasi, serta kemampuan melindungi diri di ruang maya.

Kepala Spemupat, (nama bisa dimasukkan bila ada, jika tidak kita sebut "pihak sekolah"), menekankan bahwa literasi digital harus berjalan seiring dengan pendidikan karakter.

“Anak-anak ini akan tumbuh di era serba digital. Kalau tidak dibekali sejak dini, mereka bisa mudah terjebak dalam dampak negatif internet,” ujarnya.

Orang Tua dan Sekolah Harus Kolaborasi

Ahli psikologi pendidikan dari Universitas Negeri Surabaya, Dr. Retno Wulandari, menilai langkah Spemupat Gresik patut diapresiasi. Menurutnya, sekolah dan orang tua harus bekerja sama menghadapi tantangan era digital.

“Cyberbullying bisa terjadi kapan saja, bahkan di luar pengawasan guru. Karena itu, orang tua harus peka terhadap perubahan perilaku anak di rumah. Sekolah memberikan bekal, sementara keluarga memberi pendampingan,” jelasnya.

Ia menambahkan, pembelajaran berbasis film adalah metode efektif karena mampu menyentuh aspek emosional siswa. “Anak lebih mudah memahami dampak perundungan jika mereka bisa merasakan langsung melalui cerita,” tambahnya.

Pendidikan Karakter, Investasi Jangka Panjang

Langkah Spemupat menggelar nobar film ini hanyalah salah satu dari rangkaian program pendidikan karakter. Selama ini, sekolah Muhammadiyah dikenal konsisten menanamkan nilai moral, religius, dan sosial pada siswanya.

Pendidikan karakter diyakini sebagai investasi jangka panjang. Anak yang memiliki karakter kuat akan mampu menghadapi tantangan hidup, termasuk tekanan sosial di dunia maya. Lebih dari sekadar nilai akademik, pembentukan kepribadian menjadi bekal penting menuju masa depan yang lebih baik.

Inspirasi Bagi Sekolah Lain

Kegiatan seperti yang dilakukan Spemupat Gresik bisa menjadi inspirasi bagi sekolah-sekolah lain di Jawa Timur. Dengan biaya yang relatif terjangkau, sekolah dapat mengemas pembelajaran kreatif yang relevan dengan kehidupan remaja masa kini.

Selain film, metode lain yang bisa digunakan antara lain diskusi kelompok, simulasi kasus, hingga penggunaan media sosial secara positif untuk proyek kelas. Intinya, siswa diajak aktif terlibat dan merasakan langsung dampak dari sebuah fenomena.

Penutup: Membangun Generasi Tangguh di Era Digital

Cyberbullying hanyalah satu dari sekian banyak tantangan dunia digital. Namun, melalui langkah sederhana seperti nonton bareng film edukatif, Spemupat Gresik telah menunjukkan komitmen dalam membentuk siswa yang cerdas, bijak, dan berkarakter.

Harapannya, kegiatan ini tidak berhenti sebagai agenda seremonial, melainkan menjadi budaya pembelajaran yang berkelanjutan. Sebab, hanya dengan pendidikan karakter yang kuat, generasi muda Jawa Timur bisa tumbuh menjadi pribadi yang tangguh, peduli, dan siap menghadapi masa depan.

 

Posting Komentar