Khofifah Soroti Kelangkaan Beras Medium di Pasar, Minta Kepala Daerah Awasi Distribusi
jatimradar.com - SURABAYA – Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, menegaskan perlunya keterlibatan langsung para bupati dan wali kota dalam mengawal distribusi beras medium program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) ke pasar-pasar tradisional.
Pernyataan
itu disampaikan Khofifah saat membuka Rapat Konsolidasi Program Prioritas
Nasional Bidang Pangan yang digelar di Kompleks Setda Provinsi Jawa Timur,
Kamis (21/8/2025). Menurutnya, ketersediaan beras di Jatim sebenarnya cukup
melimpah bahkan surplus, namun masalah distribusi membuat masyarakat kesulitan
mendapatkan beras medium di pasar.
“Posisi Jawa Timur saat ini alhamdulillah cukup baik, nilai tukar petani meningkat, dan stok beras kita surplus besar. Namun khusus program SPHP, distribusinya perlu dorongan khusus agar benar-benar sampai ke pasar tradisional,” ujar Khofifah.
Beras Medium Menghilang dari Pasar Tradisional
Khofifah
mengungkap fakta mengejutkan ketika melakukan kunjungan kerja ke Pasar
Tanjung, Jember, beberapa waktu lalu. Dari hasil pengecekan, ternyata beras
medium SPHP tidak tersedia sama sekali, baik di lantai 1 maupun lantai 2
pasar.
Saat
ditelusuri lebih jauh, pedagang menyebut kelangkaan itu sudah terjadi sejak April
2025. Artinya, hampir empat bulan masyarakat di daerah tersebut kesulitan
mengakses beras kategori medium.
“Kondisi ini tidak bisa dibiarkan terlalu lama. Karena kalau beras medium tidak tersedia, masyarakat terpaksa membeli beras premium. Padahal, kemampuan daya beli mereka ada di level medium. Ini bisa berdampak pada meningkatnya beban ekonomi rumah tangga,” jelas Khofifah.
Dampak Ekonomi: Ancaman pada Daya Beli dan Angka Kemiskinan
Gubernur
menekankan bahwa beras merupakan komoditas utama dalam konsumsi rumah tangga
di Indonesia. Apabila distribusi beras medium terganggu, masyarakat kecil yang
biasanya mengonsumsi jenis beras ini akan terdampak langsung.
“Kalau
masyarakat tidak bisa mendapatkan beras medium, lalu terpaksa membeli beras
premium, itu tentu menggerus daya beli mereka. Lama-lama, hal ini bisa
berkontribusi pada meningkatnya angka kemiskinan di Jawa Timur,” papar mantan
Menteri Sosial itu.
Ia menambahkan, tantangan utama saat ini bukan lagi produksi, karena Jawa Timur sebagai lumbung pangan nasional memiliki stok melimpah. Justru distribusi yang perlu mendapat perhatian serius. Oleh karena itu, Khofifah meminta kepala daerah lebih sering turun langsung ke lapangan untuk memastikan distribusi SPHP berjalan baik.
Menko Pangan Akui Ada Masalah Distribusi
Menanggapi
temuan Khofifah, Menteri Perdagangan sekaligus Menko Pangan, Zulkifli Hasan
(Zulhas), membenarkan bahwa memang sempat ada kendala distribusi beras
medium di lapangan.
Salah
satu penyebabnya adalah kasus beras oplosan yang sempat menghambat
penyaluran oleh Bulog. Akibatnya, distribusi ke sejumlah pasar tradisional
menjadi tersendat.
“Kasus
itu sempat membuat Bulog menahan distribusi untuk sementara. Tapi sekarang
sudah beres, tinggal packaging saja,” kata Zulhas.
Ia pun menegaskan agar ke depan Bulog menyalurkan langsung beras medium SPHP ke pasar-pasar tradisional, bukan hanya lewat operasi pasar. “Tujuannya agar masyarakat bisa langsung membeli di pasar dengan harga terjangkau,” tegasnya.
BPS Akan Rilis Data Konsumsi Rumah Tangga 1 September
Khofifah
juga mengingatkan bahwa pada 1 September 2025, Badan Pusat Statistik
(BPS) akan merilis data konsumsi rumah tangga. Dalam data tersebut, beras
menjadi komoditas utama yang dihitung pengaruhnya terhadap pengeluaran
masyarakat.
Karena itu, menurut Khofifah, kelangkaan beras medium perlu segera ditangani agar tidak berdampak pada indikator kesejahteraan masyarakat di masing-masing kabupaten/kota, yang nantinya akan berpengaruh secara kumulatif terhadap kondisi di Jawa Timur.
Solusi: Kawal Distribusi hingga ke Pasar Tradisional
Khofifah
mengusulkan agar ada pengawasan lebih ketat dari pemerintah daerah
terhadap jalur distribusi beras medium SPHP. Jangan sampai stok hanya berhenti
di gudang Bulog atau distributor besar, tanpa benar-benar masuk ke pasar
tradisional yang menjadi akses utama masyarakat.
“Dengan stok beras yang melimpah di Jatim, seharusnya masalah ketersediaan tidak terjadi. Tantangan kita adalah memastikan rantai distribusi ini lancar, tepat sasaran, dan diawasi dengan baik,” ungkapnya.
Distribusi Langsung vs Operasi Pasar
Sementara
itu, kebijakan distribusi beras selama ini kerap dilakukan melalui operasi
pasar. Namun, cara ini dinilai kurang efektif karena sifatnya hanya
sementara dan tidak menjamin ketersediaan beras medium secara konsisten di
pasar tradisional.
Zulhas pun menegaskan perubahan strategi dengan menyalurkan langsung beras medium ke pasar. Dengan begitu, pedagang dan masyarakat bisa mengaksesnya setiap saat, bukan hanya ketika ada operasi pasar.
Kesimpulan: Distribusi Jadi Kunci Stabilisasi Harga
Kasus
kelangkaan beras medium di beberapa pasar tradisional Jatim menunjukkan bahwa masalah
pangan tidak hanya berhenti pada produksi, tetapi juga distribusi dan
pengawasan di lapangan.
Dengan
keterlibatan aktif bupati, wali kota, dan Bulog dalam mengawal distribusi,
diharapkan beras medium SPHP benar-benar hadir di pasar-pasar tradisional
sehingga masyarakat tidak terbebani membeli beras premium.
Ke depan,
langkah konsolidasi antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota
menjadi kunci agar stabilisasi harga pangan dapat tercapai secara
berkelanjutan.