Dito Ariotedjo Lepas Jabatan Menpora, Tinggalkan Pesan di Hari Olahraga Nasional
Hari Olahraga Nasional (Haornas) 2025 menjadi momen berbeda bagi Dito Ariotedjo. Setelah resmi diberhentikan dari jabatannya sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) melalui reshuffle kabinet, Dito tidak bisa hadir dalam peringatan puncak Haornas yang digelar di Cibubur, Selasa (9/9/2025). Meski begitu, semangatnya untuk dunia olahraga Indonesia tetap tersampaikan melalui sebuah unggahan penuh makna di media sosial.
Pesan Perpisahan Dito Ariotedjo
Dalam unggahannya, Dito menuliskan ucapan selamat
memperingati Hari Olahraga Nasional. Ia mengingatkan pentingnya menjaga api
semangat prestasi dan tidak pernah berhenti mendorong generasi muda untuk
berkembang.
“Selamat Hari Olahraga Nasional. Sejak 2023, kita telah
berjalan bersama membawa semangat perubahan bagi pemuda dan olahraga Indonesia.
Terima kasih kepada seluruh pihak yang sudah bersama berusaha membuat
perubahan. Jangan pernah lelah menyalakan api prestasi dan memajukan generasi
muda bangsa,” tulis Dito.
Unggahan itu menjadi penanda perpisahan setelah ia memimpin
Kemenpora selama kurang lebih 2,5 tahun, sejak April 2023 hingga September
2025.
Digantikan Wamenpora di Acara Haornas
Karena sudah tidak lagi menjabat, kehadiran Dito di acara
Haornas otomatis digantikan oleh Wakil Menpora, Taufik Hidayat. Mantan pebulu
tangkis nasional itu dipercaya untuk menyampaikan sambutan serta arahan dalam
peringatan Haornas yang digelar sore hari.
Taufik menegaskan bahwa meski Dito tidak hadir, kontribusi
dan dedikasinya tetap dikenang dalam perjalanan olahraga Indonesia. Haornas
tahun ini pun menjadi momentum untuk melanjutkan estafet perjuangan dalam
meningkatkan prestasi olahraga nasional.
Jejak Prestasi di Era Dito Ariotedjo
Meskipun masa jabatannya tergolong singkat, era kepemimpinan
Dito dianggap cukup berkesan. Salah satu puncak prestasi terjadi di Olimpiade
Paris 2024, ketika Indonesia berhasil membawa pulang dua medali emas. Momen itu
sangat spesial karena emas terakhir di Olimpiade diraih Indonesia pada 1992.
Dua atlet yang mengharumkan nama bangsa adalah Veddriq
Leonardo dari cabang panjat tebing, serta Rizki Juniansyah dari
cabang angkat besi. Keberhasilan mereka tidak hanya menorehkan sejarah baru,
tetapi juga memperlihatkan bahwa Indonesia mampu bersaing di cabang-cabang
olahraga yang sebelumnya jarang menjadi sorotan.
Keberhasilan itu sering dikaitkan dengan program pembinaan
yang lebih terarah serta dukungan penuh Kemenpora selama era kepemimpinan Dito.
Ia dikenal sebagai figur muda yang mencoba menghadirkan pendekatan segar dalam
pengelolaan olahraga dan kepemudaan.
Haornas dan Sejarah Perjuangan Olahraga
Hari Olahraga Nasional sendiri memiliki makna yang mendalam
bagi bangsa Indonesia. Peringatan ini bermula dari sejarah panjang sejak tahun
1948, ketika Indonesia ditolak mengikuti Olimpiade London karena belum diakui
secara internasional.
Namun, semangat untuk menunjukkan kemandirian tidak surut.
Melalui gagasan Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Persatuan Olahraga
Republik Indonesia (sekarang KONI), Indonesia menyelenggarakan Pekan Olahraga
Nasional (PON) pertama di Solo pada 9 September 1948.
Tiga puluh lima tahun kemudian, tepat pada 9 September 1983,
Presiden Soeharto menetapkan tanggal tersebut sebagai Hari Olahraga Nasional.
Keputusan ini disahkan melalui Keputusan Presiden Nomor 67 Tahun 1985. Sejak
itu, setiap tahun bangsa Indonesia merayakan Haornas sebagai wujud penghargaan
terhadap perjuangan olahraga nasional.
Warisan dan Harapan
Meski kini tidak lagi menjabat, Dito Ariotedjo meninggalkan
warisan berupa semangat perubahan. Kiprahnya di dunia olahraga dan kepemudaan
diharapkan bisa menjadi inspirasi bagi generasi selanjutnya, termasuk bagi
pengganti yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan di Kemenpora.
Ucapan perpisahan Dito bukanlah tanda akhir, melainkan
pengingat bahwa olahraga Indonesia masih memiliki jalan panjang untuk ditempuh.
Tantangan besar, mulai dari pembinaan atlet usia dini hingga peningkatan sarana
dan prasarana, masih harus dihadapi bersama.
Haornas 2025 menjadi momentum untuk menyatukan langkah
kembali. Pesan Dito agar tidak lelah menyalakan api prestasi adalah refleksi
semangat kolektif: bahwa olahraga bukan hanya soal medali, tetapi juga tentang
membangun karakter, persatuan, dan kebanggaan bangsa.