Bangun Masa Depan Anak dengan Mengasah Kemampuan Belajar Sejak Dini
Prof. Stella Christie, pakar ilmu kognitif sekaligus Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, menekankan bahwa anak-anak sejak usia sangat muda sudah memiliki kapasitas berpikir luar biasa, yang seharusnya terus diasah oleh orang tua agar bisa berkembang menjadi prestasi nyata di masa depan .
Berdasarkan risetnya, anak usia 3 tahun sudah mampu
memikirkan matematika dasar, menyerap informasi baru, dan berbicara dalam
bahasa ibu mereka, meski tidak diajarkan secara formal . Hal ini menunjukkan bahwa mereka memiliki potensi
kognitif yang besar, yang hanya akan berkembang optimal bila terus distimulasi.
Orang tua bisa melakukan ini melalui dialog aktif—mengajak anak bicara,
mendengarkan, dan merespons pertanyaannya—sehingga kosakata anak berkembang,
kemampuan membaca terbantu, dan rasa percaya diri untuk belajar apapun
tumbuh .
Lebih dari sekadar kosakata, Prof. Stella juga menyoroti
pentingnya kemampuan spasial (spatial cognition) anak usia 4–5 tahun, yang
menurut studi mampu memprediksi kecenderungan mereka di bidang STEM di masa
depan . Kemampuan ini, seperti mengenali sudut, bentuk, atau
posisi, sebenarnya sudah ada sejak lahir—namun bisa memudar bila tidak
dirangsang . Metode stimulasi ringan seperti “math talks” atau
“spatial talks” sangat efektif. Misalnya, saat bermain puzzle, orang tua bisa
mengatakan “ini di sudut”, sehingga anak mulai memahami konsep sudut, yang
sangat mendasar dalam geometri dan fisika kelak .
Prof. Stella juga menegaskan bahwa orang tua tidak perlu
buru-buru memaksa anak memilih jalur tertentu melalui tes minat atau bakat di
usia sangat dini. Sebaliknya, lebih penting untuk membuka ruang eksplorasi yang
luas agar anak bisa menemukan dirinya di kemudian hari . Seperti contoh yang ia berikan mengenai Presiden Prabowo,
yang tidak punya cita-cita menjadi pemimpin sejak kecil—yang terbentuk justru
karena rasa ingin tahu, membaca, dan pilihan yang dibentuk sepanjang
hidup .
Interaksi sehari-hari juga sangat penting. Prof. Stella
mengingatkan bahwa momen seperti makan bersama bisa menjadi kesempatan berharga
untuk melatih bahasa dan logika anak, dibandingkan momen itu dihabiskan dengan
menonton gadget . Ia mencontohkan: "Coba tanyakan buah ini, anak
mungkin menjawab ‘gak suka’ atau bertanya ‘ini buah apa?’ dan mulai belajar
deskripsi seperti rasa, bentuk, nama—di sinilah belajar sosial (social
learning) terjadi" .
Selain dialog dan stimulasi kognitif, hal yang tak kalah
penting adalah membangun kepercayaan diri anak. Dorongan positif, diskusi
hangat, dan keyakinan bahwa anak mampu belajar apapun akan membuat mereka
tumbuh sebagai pembelajar sejati, bukan sekadar penghafal .
Akhirnya, Prof. Stella juga mengingatkan pentingnya nutrisi
baik sebagai fondasi tumbuh kembang optimal. Asupan seperti sarapan bergizi
telah terbukti meningkatkan kemampuan kognitif dan prestasi akademik, terlebih
bila mencakup mikronutrien penting seperti zat besi, seng, kolin, yodium,
vitamin B12, dan lemak sehat .