Anggaran Riset Indonesia 2026 Masih Rendah, Dosen Unair Ungkap Dampaknya bagi Ekonomi dan Inovasi
Riset dan inovasi adalah salah satu kunci utama kemajuan sebuah negara. Tanpa riset yang kuat, suatu bangsa akan sulit menciptakan teknologi, produk, maupun sistem baru yang mampu bersaing di pasar global. Namun, hingga saat ini, anggaran riset Indonesia dinilai masih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (FEB
Unair), Rossanto Dwi Handoyo, menegaskan bahwa rendahnya dana riset akan
menghambat Indonesia dalam upaya menguasai pasar dan meningkatkan daya saing
ekonomi.
Anggaran Riset RI Masih 0,2% dari PDB
Mengutip data World Bank 2020, Indonesia hanya
mengalokasikan 0,2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) untuk riset.
Angka ini sangat jauh dari rata-rata dunia yang mencapai 2,67 persen dari
PDB.
Rossanto menilai gap ini sangat besar dan berbahaya jika
tidak segera diatasi. Jika Indonesia serius ingin menjadi negara dengan
kekuatan ekonomi besar, maka anggaran riset harus ditingkatkan.
“Kalau ingin menjadi negara yang menguasai perekonomian,
seharusnya anggaran riset bisa meningkat, bukan stagnan di angka yang sangat
rendah,” ungkapnya.
Belajar dari Korea dan China
Rossanto mencontohkan dua negara yang berhasil mengembangkan
perekonomiannya melalui riset, yaitu Korea Selatan dan China. Keduanya
mengalokasikan anggaran riset jauh lebih besar dibandingkan Indonesia.
Dengan dana riset yang tinggi, negara-negara tersebut
berhasil menjadi fully industrial karena mampu menciptakan inovasi
berkelanjutan. Inovasi inilah yang kemudian membuat mereka menguasai pasar
global, terutama di bidang teknologi dan industri manufaktur.
Sebaliknya, negara yang kurang berinvestasi pada riset hanya
akan menjadi imitating country atau sekadar meniru. Akibatnya, akan
selalu tertinggal dan mengalami technological gap.
“Technological gap ini membuat negara yang lemah riset terus
menerus bergantung pada impor dari negara inovatif,” jelas Rossanto.
Peran Pemerintah dan Swasta
Rossanto menilai, pemerintah Indonesia masih belum memandang
riset sebagai sektor strategis. Padahal, riset seharusnya menjadi pondasi utama
dalam pembangunan ekonomi jangka panjang.
Salah satu solusi yang ditawarkan adalah mendorong kerja
sama pemerintah dengan sektor swasta. Pemerintah bisa memberikan insentif
riset, misalnya melalui skema deductible tax.
Dengan kebijakan tersebut, perusahaan yang mendirikan divisi
riset bisa mengurangi biaya penelitian dari penghasilan kena pajak. Hal ini
diharapkan dapat mendorong semakin banyak perusahaan untuk berinvestasi dalam
penelitian dan pengembangan (R&D).
Anggaran Riset di RAPBN 2026
Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(RAPBN) 2026, dana riset Indonesia tersebar di beberapa lembaga, terutama di Kementerian
Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) serta Badan
Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
- Kemdiktisaintek
mendapatkan anggaran Rp 3,26 triliun, meningkat sekitar Rp 627,5 miliar
dari tahun sebelumnya.
- BRIN
memperoleh pagu indikatif Rp 4,27 triliun, ditambah usulan dana abadi
penelitian Rp 4,6 triliun yang sudah disetujui DPR.
Meski ada peningkatan, jumlah tersebut tetap dianggap kecil
bila dibandingkan dengan kebutuhan riset nasional.
Dampak Bagi Masa Depan Ekonomi Indonesia
Jika anggaran riset tidak ditingkatkan, Indonesia berisiko
semakin tertinggal dari negara lain. Ketergantungan pada impor teknologi akan
terus berlanjut, sementara kesempatan untuk menciptakan produk inovatif dalam
negeri semakin terbatas.
Sebaliknya, bila pemerintah mampu meningkatkan dana riset
dan membangun ekosistem inovasi yang kuat, Indonesia berpeluang besar merebut
pangsa pasar global. Dengan SDM yang melimpah, potensi riset dalam negeri bisa
diarahkan untuk menjawab tantangan pangan, energi, kesehatan, hingga teknologi
digital.
Penutup
Rendahnya anggaran riset di Indonesia menjadi persoalan
serius yang perlu segera dibenahi. Pandangan dari akademisi Unair ini
menegaskan bahwa riset bukan sekadar urusan kampus atau laboratorium, melainkan
fondasi ekonomi masa depan.
Peningkatan dana riset, baik dari pemerintah maupun swasta,
harus dilakukan secara konsisten agar Indonesia tidak hanya menjadi negara
konsumen, tetapi juga produsen inovasi yang mampu bersaing di pasar dunia.