HEADLINE
Mode Gelap
Artikel teks besar

Unik, Pembina Pramuka Kenalkan Bahasa Isyarat dan Huruf Braille pada Siswa



Pramuka selama ini identik dengan kegiatan baris-berbaris, keterampilan tali-temali, serta latihan kedisiplinan. Namun, di sebuah sekolah, seorang pembina Pramuka membuat gebrakan berbeda dengan memperkenalkan bahasa isyarat dan huruf Braille kepada para siswa. Inisiatif ini dianggap unik sekaligus bermanfaat karena membuka wawasan anak-anak terhadap dunia difabel.

Pembina Pramuka tersebut menilai, pendidikan kepramukaan bukan hanya soal fisik dan keterampilan bertahan hidup, tetapi juga harus membangun rasa empati, kepedulian sosial, dan inklusivitas. Menurutnya, siswa sejak dini perlu diberi pemahaman bahwa di sekitar mereka ada teman-teman yang memiliki keterbatasan, namun tetap bisa berkomunikasi dan berkarya dengan caranya sendiri.

Dalam salah satu sesi latihan, ia memperkenalkan huruf Braille, yaitu sistem tulisan khusus bagi tunanetra yang menggunakan kombinasi titik timbul. Para siswa diajak mencoba membaca huruf-huruf dasar Braille dengan cara meraba kertas khusus. Awalnya, banyak yang merasa kesulitan karena belum terbiasa, tetapi perlahan mereka mulai memahami bagaimana titik-titik kecil tersebut membentuk huruf.

Selain itu, pembina juga mengajarkan bahasa isyarat, alat komunikasi utama bagi penyandang tunarungu. Dengan penuh semangat, ia memperlihatkan gerakan tangan sederhana untuk memperkenalkan kata-kata dasar seperti “halo”, “terima kasih”, “maaf”, hingga menyebut nama masing-masing. Siswa tampak antusias menirukan gerakan tersebut, bahkan beberapa di antaranya berlomba-lomba mengingat gerakan dengan cepat.

Langkah kreatif ini mendapat sambutan positif dari para orang tua dan pihak sekolah. Mereka menilai kegiatan tersebut tidak hanya menambah pengetahuan, tetapi juga melatih kepekaan sosial anak. Dengan mengenal bahasa isyarat dan Braille, siswa diharapkan mampu lebih menghargai perbedaan dan tidak memandang keterbatasan sebagai halangan untuk berinteraksi.

Menurut sang pembina, memperkenalkan bahasa isyarat dan Braille kepada anak-anak bukan berarti mereka harus langsung mahir, melainkan sebagai langkah awal membangun kesadaran. Ia percaya, jika sejak dini siswa sudah dikenalkan dengan inklusivitas, maka kelak mereka akan tumbuh menjadi generasi yang lebih peduli dan mampu menerima keberagaman.

Program ini juga sejalan dengan semangat Pramuka yang menekankan nilai gotong royong, saling menolong, dan peduli terhadap sesama. Dengan cara yang sederhana, pembina ingin menunjukkan bahwa ilmu Pramuka bisa bertransformasi mengikuti kebutuhan zaman tanpa meninggalkan nilai dasarnya.

Para siswa pun mengaku mendapatkan pengalaman baru yang menyenangkan. Ada yang mengatakan menjadi penasaran untuk mempelajari lebih banyak kosa kata dalam bahasa isyarat, sementara yang lain bertekad bisa membaca huruf Braille dengan lebih lancar. Beberapa siswa bahkan bercita-cita suatu saat bisa membantu teman difabel di lingkungan sekitar mereka.

Kegiatan ini membuktikan bahwa Pramuka bukan sekadar aktivitas rutin mingguan, melainkan wadah pembentukan karakter yang bisa menghadirkan nilai-nilai kemanusiaan. Dengan inovasi seperti ini, kepramukaan dapat semakin relevan bagi anak-anak masa kini yang hidup di tengah masyarakat yang beragam.

Pembina tersebut berharap langkah kecil ini dapat menginspirasi sekolah-sekolah lain untuk melakukan hal serupa. Ia yakin, jika semakin banyak anak muda yang paham dan peduli terhadap teman difabel, maka masyarakat Indonesia akan menjadi lebih inklusif, ramah, dan penuh solidaritas.

 


Posting Komentar