HEADLINE
Mode Gelap
Artikel teks besar

Liontin Emas Berusia 3.800 Tahun: Keindahan Zaman Minoa Menyampaikan Kisah Abadi



Bayangkan—3.800 tahun lalu, manusia telah menciptakan perhiasan emas yang tidak hanya memukau, tetapi juga memadukan keahlian artistik sekaligus makna simbolik yang mendalam. Sebuah liontin berusia sekitar 3.800 tahun ditemukan di pemakaman kuno Chrysolakkos, yang terletak di kota Malia, wilayah Pulau Kreta, Yunani. Lokasi ini disebut “lubang emas”, menunjukkan pentingnya tempat itu dalam budaya peradaban Minoa kuno detikcom.

Liontin tersebut menampilkan dua serangga berbentuk simetris, posisi mereka saling berhadapan dengan kepala dan perut yang menyatu, serta sayap terbentang ke belakang. Setiap serangga tampak memegang manik-manik emas yang tersusun dalam pola melingkar, sementara tiga cakram kecil menjuntai dari bagian bawah perpaduan tubuh tersebut detikcom.

Interpretasi paling populer menyebut bahwa desain ini menggambarkan lebah madu Eropa (Apis mellifera) yang sedang membuat madu—sebuah refleksi simbolik dari pentingnya madu dan lilin dalam ekonomi dan ritual masyarakat Minoa. Simbol lebah sendiri dianggap memiliki makna religius yang mendalam detikcom.

Namun, pandangan ini tidak diterima secara mutlak. Pakar botani E. Charles Nelson dan timnya menantang interpretasi tersebut. Menurut mereka, tiga cakram yang menjuntai mungkin merepresentasikan buah hartwort—herba khas Mediterania yang menghasilkan buah berbentuk cakram. Fakta ini menimbulkan dugaan bahwa serangga yang digambarkan bukan lebah, melainkan tawon mammoth (Megascolia maculata), yang biasa ditemukan pada lingkungan tersebut dan terlihat mencengkeram bunga sambil melingkarkan tubuhnya mengelilingi putik bunga, dengan sayap menyapu ke belakang detikcom.

Liontin ini memiliki panjang sekitar 4,6 cm dan berat hanya 5,5 gram—seukuran koin logam bernilai 25 sen di Amerika Serikat. Teknik pembuatannya menunjukkan keterampilan luar biasa sang pengrajin, yang mampu menampilkan detail dan estetika tinggi dalam mahakarya seni miniatur dari masa Minoa detikcom.

Keberadaan elemen lebah madu dalam desain memang mencerminkan peran penting lebah dalam perekonomian dan kepercayaan agama masyarakat Minoa. Madu dan lilin bukan sekadar komoditas, tetapi juga mengandung nilai ritual dan simbolik. Namun, kemungkinan bahwa liontin ini justru menampilkan tawon mammoth yang mencerminkan hubungan alam dan ritual berbasis tanaman menjadikannya objek kajian yang semakin menarik.

Selama hampir delapan dekade sejak penemuan, identitas serangga ini tetap menjadi topik diskusi di kalangan akademis. Meski Sir Arthur Evans—arkeolog terkemuka yang menemukan liontin ini—mengidentifikasi gambarnya sebagai lebah, argumen Nelson dan tim menumbuhkan pandangan alternatif yang memperkaya wacana seputar simbolik hewan dalam artefak kuno.

Singkatnya, liontin emas ini bukan hanya perhiasan indah dari masa lampau, tetapi juga pintu gerbang untuk memahami pandangan estetika, spiritual, dan ekologis peradaban kuno. Apakah ia menampilkan lebah madu atau tawon mammoth, yang pasti adalah mahakarya miniatur yang merefleksikan kedalaman budaya, teknologi, dan estetika masyarakat Minoa 3.800 tahun silam.

 


Posting Komentar