Curhat Rektor UGM: Status PTN-BH Mirip Swasta, Harus Berjuang Sendiri
Universitas Gadjah Mada (UGM) kini menjalani status sebagai Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH). Dalam implementasinya, status ini dianggap mirip dengan perguruan tinggi swasta karena sejatinya harus bisa mandiri dalam pengelolaan finansial maupun mutu pendidikan. Namun, di sisi lain, tetap diharapkan menghasilkan layanan pendidikan yang berkualitas. Hal ini menjadi tantangan sekaligus panggilan agar pemerintah hadir dan memberikan dukungan memadai bagi perguruan tinggi negeri semacam UGM Universitas Gadjah Mada.
Pada kesempatan kunjungan Ketua MPR RI Ahmad Muzani ke
kampus, ditegaskan bahwa PTN-BH sangat memerlukan dukungan finansial negara
untuk menjaga mutu pendidikan. Tanpa dukungan memadai, perguruan tinggi
berisiko kehilangan esensi sebagai institusi publik yang dapat diakses oleh
seluruh lapisan masyarakat. UGM sendiri mengakui bahwa peran negara sangat
penting dalam menopang kualitas layanan pendidikan meski harus beroperasi
secara otonom Universitas Gadjah Mada.
Rektor UGM, Prof. Ova Emilia, menyampaikan bahwa PTN-BH
seperti UGM memang harus mandiri, namun bukan dalam arti harus “abal-abal.”
Perguruan tinggi tersebut tetap dituntut menghasilkan layanan yang memiliki
kualitas tinggi. Tantangan terbesar saat ini bukan hanya dalam mengelola
keuangan, tetapi juga menjaga mutu pendidikan sambil memperluas akses bagi
masyarakat yang membutuhkan bantuan pembiayaan Universitas Gadjah Mada.
Tidak hanya itu, Wakil Rektor UGM Bidang Pendidikan dan
Pengajaran, Prof. Wening Udasmoro, menyoroti sejumlah isu yang turut
memengaruhi kondisi PTN-BH. Salah satunya adalah persaingan akademik dan
pendanaan beasiswa, di mana kampus asing seringkali lebih menarik bagi calon
mahasiswa karena fasilitas memadai. Selain itu, bidang studi STEM (Sains,
Teknologi, Teknik, dan Matematika) cenderung lebih diminati dibanding bidang
humaniora. Padahal, humaniora juga memiliki urgensi penting dan seharusnya
berjalan selaras dalam pengembangan pendidikan tinggi Universitas Gadjah Mada.
Dari sisi regulasi dan reputasi, PTN-BH menghadapi tantangan
lain. Perubahan kebijakan yang cepat menuntut tiap institusi untuk adaptif agar
tetap mempertahankan kualitas dan kredibilitas internasional. UGM pun secara
aktif menjadi tuan rumah forum nasional yang membahas penjaminan mutu dan
akreditasi, sebagai upaya konsolidasi dan mitigasi risiko kebingungan akibat
transisi regulasi Universitas Gadjah Mada.
Secara historis, status PTN-BH memberi kewenangan otonom
penuh dalam pengelolaan akademik maupun non-akademik. UGM memiliki
fleksibilitas dalam mengelola aset, dana abadi, biaya pendidikan, dan kerja
sama penelitian—ini merupakan keistimewaan dibanding perguruan tinggi di bawah
skema BLU atau satker. Namun, fleksibilitas ini memunculkan tanggung jawab yang
besar: pengelolaan yang mandiri juga harus transparan, akuntabel, dan
berorientasi pada kualitas. Tanpa dukungan yang tepat, beban infrastruktur finansial
dapat mengganggu kapasitas institusi dalam menyediakan pendidikan inklusif dan
berkualitas hukor.ugm.ac.idUniversitas Gadjah Mada.
Secara ringkas, posisi PTN-BH seperti UGM berada di tengah:
di satu sisi diuntungkan otonomi dan kebebasan operasional; di sisi lain,
terbatasnya dukungan finansial menimbulkan tantangan serius. Kesimpulannya,
agar PTN-BH dapat berfungsi optimal sebagai pilar pendidikan tinggi di
Indonesia, sinergi yang kuat antara otoritas pendidikan dan pemerintah sangat
dibutuhkan—demi menjaga keseimbangan antara kemandirian dan kualitas pendidikan
yang inklusif serta berdaya saing global.