Malahayati: Pahlawan Laut dari Aceh yang Menorehkan Sejarah pada 11 September 1599
Tanggal 11 September 1599 menjadi salah satu momen penting dalam sejarah maritim Indonesia, khususnya bagi Kesultanan Aceh. Pada hari itulah, seorang laksamana perempuan bernama Keumalahayati atau lebih dikenal sebagai Malahayati berhasil memimpin armada laut Aceh mengalahkan armada Belanda yang dipimpin Cornelis de Houtman. Kemenangan ini bukan sekadar pertempuran laut biasa, melainkan simbol ketangguhan perempuan Nusantara yang berani menghadapi kekuatan kolonial Eropa pada masa awal kedatangannya di perairan Indonesia.
Latar Belakang Kedatangan Cornelis de Houtman
Pada akhir abad ke-16, Eropa sedang berlomba-lomba mencari
jalur perdagangan rempah-rempah. Belanda, yang saat itu masih berjuang
memerdekakan diri dari Spanyol, mulai mengirimkan ekspedisi ke wilayah Asia,
termasuk ke kepulauan Nusantara. Cornelis de Houtman menjadi salah satu pelopor
pelayaran Belanda yang berhasil mencapai perairan Indonesia. Setelah sebelumnya
berlabuh di Banten pada 1596, Houtman kemudian berlayar ke Aceh pada 1599
dengan tujuan menjalin hubungan dagang sekaligus mencari keuntungan dari
perdagangan rempah.
Namun, pendekatan Houtman tidak berjalan mulus. Sikapnya
yang arogan, tidak sopan terhadap adat setempat, dan mencoba memaksakan
kehendak dalam perdagangan membuat Sultan Aceh marah. Ketegangan pun meningkat,
dan Aceh memutuskan untuk menghadapi ancaman ini dengan kekuatan militer. Saat
itulah, Laksamana Malahayati diberi mandat untuk memimpin armada laut
Kesultanan Aceh melawan ekspedisi Belanda.
Malahayati dan Armada Inong Balee
Malahayati bukan sosok perempuan biasa pada zamannya. Ia
merupakan anak dari seorang pejabat tinggi Kesultanan Aceh dan mendapatkan
pendidikan militer di Akademi Militer Kesultanan Aceh di Teluk Lamreh. Ia
menjadi perempuan pertama di dunia yang memegang gelar laksamana laut. Salah
satu kekuatan besar yang dimilikinya adalah pasukan Inong Balee, yakni pasukan
perempuan janda para syuhada perang laut Aceh yang telah gugur melawan Portugis
dan Spanyol.
Pasukan Inong Balee yang dipimpinnya dikenal disiplin,
berani, dan memiliki kemampuan tempur laut yang mumpuni. Mereka bermarkas di
benteng Inong Balee di Krueng Raya, Aceh Besar, dan menjadi garda terdepan
dalam pertahanan maritim Aceh. Dengan kekuatan pasukan ini, Malahayati
membuktikan bahwa perempuan juga mampu menjadi pelindung tanah air dari ancaman
penjajah.
Pertempuran dan Kemenangan
Pada 11 September 1599, pertempuran besar pecah di perairan
Aceh. Armada Aceh di bawah komando Malahayati menyerbu kapal-kapal Belanda
pimpinan Cornelis de Houtman. Pertempuran berlangsung sengit, namun strategi
Malahayati yang cermat berhasil mematahkan perlawanan Belanda. Dalam
pertempuran tersebut, Cornelis de Houtman tewas, sementara pasukan Belanda
mengalami kekalahan telak dan banyak yang ditawan.
Kemenangan ini menjadi tamparan keras bagi Belanda yang
sebelumnya menganggap remeh kekuatan maritim Nusantara. Peristiwa tersebut juga
menunjukkan bahwa Aceh bukan wilayah yang bisa ditaklukkan dengan mudah.
Malahayati berhasil membuktikan bahwa kepemimpinan perempuan bisa menjadi
kekuatan besar dalam mempertahankan kedaulatan.
Warisan Sejarah Malahayati
Kisah Malahayati melawan Cornelis de Houtman menjadi simbol
perlawanan awal bangsa Indonesia terhadap kolonialisme Eropa. Ia bukan hanya
pahlawan bagi Aceh, tetapi juga tokoh penting dalam sejarah nasional.
Pemerintah Indonesia telah menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional pada tahun
2017 atas jasa dan pengorbanannya membela kedaulatan bangsa.
Hingga kini, nama Malahayati diabadikan dalam berbagai
institusi dan tempat penting, seperti Universitas Malahayati di Lampung, KRI
Malahayati sebagai kapal perang TNI AL, serta nama jalan di berbagai kota besar
di Indonesia. Warisannya terus menginspirasi, khususnya bagi perempuan
Indonesia untuk berani mengambil peran dalam membela negara dan berkontribusi
dalam berbagai bidang.
Penutup
Pertempuran 11 September 1599 bukan hanya catatan sejarah
tentang kekalahan Cornelis de Houtman, tetapi juga tonggak kebanggaan bangsa
atas keberanian seorang perempuan Nusantara. Malahayati telah membuktikan bahwa
semangat juang dan cinta tanah air tidak mengenal gender. Ia menjadi simbol
keberanian, ketegasan, dan kepemimpinan yang patut dikenang sepanjang masa.
