Perdana, Kemenag Gelar Lomba Karya Tulis Ilmiah Hadis di STQH Nasional XXVIII
Jakarta ( jatimradar.com ) – Kementerian Agama (Kemenag)
kembali menggelar Seleksi Tilawatil Qur’an dan Musabaqah Al-Hadis (STQH)
Nasional XXVIII yang akan berlangsung di Kendari, Sulawesi Tenggara, pada 9–19
Oktober 2025. Ada hal baru dalam penyelenggaraan tahun ini: untuk pertama
kalinya, STQH menghadirkan cabang Lomba Karya Tulis Ilmiah Hadis (KTIH).
Inovasi
ini dinilai sebagai terobosan penting karena memperkuat dimensi intelektual
dalam ajang yang biasanya identik dengan tilawah, hafalan, dan pemahaman teks
Al-Qur’an maupun hadis.
KTIH: Tradisi Akademik dalam STQH
Kepala
Subdirektorat Lembaga Tilawah dan Musabaqah Al-Qur’an, Rijal Ahmad Rangkuty,
menjelaskan bahwa kehadiran KTIH di STQH bertujuan menumbuhkan tradisi berpikir
kritis sekaligus menghidupkan kajian akademik tentang hadis.
“Peserta
tidak hanya diuji dalam hafalan, tetapi juga ditantang untuk menulis,
menafsirkan, dan mempresentasikan gagasan ilmiah. Dengan begitu, STQH tidak
hanya melahirkan penghafal hadis, tapi juga generasi yang mampu memberi
kontribusi nyata lewat pemikiran akademis,” ujar Rijal dalam acara Technical
Meeting dan Penetapan Peserta STQH Nasional XXVIII di Auditorium HM
Rasjidi, Kantor Kemenag RI, Jakarta, Rabu (20/8/2025).
Kategori Penilaian Karya Tulis Ilmiah Hadis
Dalam
perlombaan KTIH, penilaian dilakukan secara berlapis dan mengacu pada
standar akademik. Ada lima aspek utama yang menjadi indikator keberhasilan
peserta, yakni:
- Relevansi judul dengan tema
besar STQH
- Bobot dan kebaruan gagasan
- Eksplorasi kandungan hadis
- Keluasan wawasan dan
argumentasi
- Kekayaan referensi yang
digunakan
Pada
babak penyisihan, kelima aspek ini akan dinilai secara komprehensif. Sementara
pada babak semifinal, kriteria yang sama tetap berlaku namun dengan rentang
nilai berbeda untuk menilai tingkat kedalaman analisis.
Selain
itu, aspek logika penulisan dan organisasi pesan juga diperhatikan,
meliputi keteraturan berpikir, mutu analisis, sistematika penyajian, hingga
alur tulisan.
Syarat Utama: Keaslian Karya
Kemenag
menegaskan bahwa orisinalitas tulisan adalah syarat mutlak. Panitia
telah menetapkan batas maksimal tingkat kemiripan hasil cek plagiarisme. Hanya
unsur tertentu yang dikecualikan, seperti daftar pustaka, catatan kaki, teks
Al-Qur’an, dan hadis.
“Kami
ingin memberi ruang bagi generasi muda untuk menyampaikan gagasan segar yang
orisinal dan bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah,” tegas Rijal.
Lebih dari Sekadar Hafalan
Dengan
hadirnya KTIH, STQH 2025 diharapkan dapat melahirkan generasi yang bukan hanya mampu
menghafal hadis, tetapi juga menganalisis, menafsirkan, dan
menuliskannya secara ilmiah.
“Ini
adalah bentuk terobosan. Kami ingin agar tradisi akademik tumbuh dalam
ruang-ruang keagamaan, sehingga generasi muda memiliki bekal berpikir
sistematis dan kritis, sejalan dengan semangat Islam yang mendorong ilmu
pengetahuan,” tambah Rijal.
Makna Inovasi di STQH 2025
Lahirnya
cabang baru ini mencerminkan komitmen Kemenag dalam menghadirkan ajang yang
tidak hanya berbasis spiritual tetapi juga intelektual. KTIH
diharapkan menjadi ruang apresiasi bagi mahasiswa, pelajar, santri, dan
generasi muda lainnya untuk menuangkan gagasan akademik berbasis hadis.
Dengan
demikian, STQH Nasional tahun ini bukan sekadar ajang lomba, tetapi juga wadah
untuk melatih kemampuan menulis, berpikir kritis, dan berdialog dengan
tradisi keilmuan Islam.